Beberapa waktu lalu, seseorang bertanya di Quora Indonesia: "Sebagai orang asing, apa yang membuatmu terkejut tentang Indonesia?" Hal ini telah membuat saya tertarik untuk membaca beberapa respon dari pengguna lain, serta melibatkan diri dalam diskusi tentang pertanyaan tersebut. Tema ini berkaitan dengan komunikasi antarbudaya yang memang berperan sekali dalam aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi.
Tidak dapat dielakkan bahwa dalam pembelajaran bahasa asing, komunikasi antarbudaya ini pula dianggap sebagai salah satu keterampilan yang penting untuk dikuasai, bukan semata sebagai sebuah pengetahuan keilmuan. Kecakapan dalam komunikasi antarbudaya hendaknya melengkapi empat keterampilan berbahasa; yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berikut ini adalah jawaban yang saya berikan atas pertanyaan yang diajukan tersebut, sekaligus melengkapi beberapa poin jawaban yang telah dipaparkan oleh pengguna yang lain.
Jelas, saya bukan orang asing. Namun untuk menjawab pertanyaan di atas, saya hendak membagi sedikit pengalaman mahasiswa saya di Paris (Prancis) ketika saya berkesempatan diundang untuk menjadi dosen tamu natif bahasa Indonesia di salah satu institut bahasa di sana.
Bisa jadi ini bukanlah sebuah representasi. Berdasarkan diskusi, berikut lima hal lainnya-karena fenomena "jam karet" sudah sangat familiar, yang telah mengejutkan kebanyakan orang Barat, dalam kasus ini khususnya menurut peserta didik saya yang merupakan para penutur bahasa Prancis (frankofon) yang berasal dari negara Prancis sendiri maupun dari Belgia dan Swiss:
- Kebanyakan orang Indonesia menerima keadaan dirinya. Secara finansial seperti halnya di kebanyakan negara berkembang di dunia, masih banyak warga Indonesia yang hidup atau berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Pada situasi sulit sekalipun, kita masih dapat tersenyum terlihat bahagia, seolah pasrah dengan keadaan-bukan berarti kita tidak berusaha. Sementara itu, mereka melihat hidup ini sulit tanpa kerja keras, keseriusan, dan perjuangan.
- Orang Indonesia selalu menerangkan rute ketika ada turis asing (orang Barat) yang menanyakan arah jalan di suatu kota, padahal mereka tidak tahu jawabannya. Sebetulnya, ini merupakan tata krama. Seperti kita ketahui, sangat sukar bahkan untuk menolak atau mengatakan “Tidak” secara langsung bagi kebanyakan orang Indonesia. Maka tidak heran, jika kita berusaha mencoba menerangkan arah yang ditanyakan seorang turis tatkala ditanya. Walaupun kita tidak tahu secara persis, setidaknya kita mencoba membantu. Hal ini secara budaya memang bertolak belakang dengan kebiasaan di Barat, di mana kita dapat dengan lugas menjawab, “Maaf, saya tidak tahu”.
- Terkadang orang Indonesia dianggap mengganggu ranah pribadi mereka dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya sangat personal, bahkan ketika belum saling kenal atau pada saat pertama kali bertemu. Misalnya, “Bapak/Ibu mau ke mana ?”. Sebuah pertanyaan basa-basi untuk membuka percakapan dengan penumpang lain yang duduk di jok sebelah kita ketika berada di dalam kereta atau pesawat. Sebenarnya, pertanyaan demikian dapat dijawab secara sembarang, tanpa harus jujur. Namun, hal ini telah membuat banyak kesalahpahaman terjadi di antara penutur bahasa Indonesia dan Prancis. Biasanya orang Barat membuka obrolan dengan pertanyaan-pertanyaan umum semisal cuaca. Pertanyaan sejenis lainnya yang dianggap tabu dilontarkan pada situasi yang sama: “Kamu sudah makan ?”, “Anda sudah menikah?”, “Apa agama Mas/Mbak?”, dsb.
- Mereka juga menyatakan terkejut ketika mendapati bahwa tidak sedikit wanita Indonesia yang berkerudung, tetapi dengan pakaian yang (super) ketat hingga membentuk lekukan tubuh si pemakainya. Mereka pun berujar, “Ini hanya di Indonesia!”.
- Jus alpukat!
Terkahir, jika kamu merasa artikel ini berguna, jangan sungkan traktir saya kopi di sini! 🍵😉
Ilustrasi gambar dari situs 123rf.com.
0 komentar: