Artikel saya di The Conversation Indonesia (TCID), membahas urgensi mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia kepada ekspatriat atau tenaga kerja asing (TKA) yang tinggal bekerja di dalam negeri kita. Hal ini terutama dilihat kepentingannya dalam hal posisi bahasa Indonesia sebagai pilar identitas dan dalam rangka penguatan jati diri bangsa Indonesia di mata dunia.
Adapun setidaknya terdapat tiga tantangan yang boleh jadi dihadapi ekspatriat dalam mempelajari bahasa Indonesia, yakni:
- Kecemasan berbahasa: Kecemasan berbahasa merupakan perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang terkait dengan penggunaan bahasa oleh seorang individu. Anggapan tersebut muncul karena pembicara berpikir bahwa ujarannya tidak sesuai dengan norma yang seharusnya atau yang diharapkan oleh lawan bicara. Masalah ini dapat berdampak pada kepercayaan diri dan penguasaan bahasa setempat.
- Kurangnya motivasi: Banyak ekspatriat kurang memiliki motivasi intrinsik untuk belajar bahasa, terutama ketika mereka terus menerus bekerja dalam lingkup "komunitas ekspatriat" saja, yang dapat mengurangi paparan terhadap bahasa lokal. Keadaan ini membatasi kemahiran mereka dan berdampak pada kualitas interaksi profesional dengan pekerja dalam negeri.
- Keterbatasan waktu: Ekspatriat mungkin akan punya waktu yang terbatas, sehingga faktor ini akan memengaruhi kapasitas mereka untuk menghadiri kelas pelatihan bahasa maupun untuk berinteraksi dengan warga setempat. Maka, pelatihan bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) sebaiknya diberikan sebelum TKA tiba di Indonesia, di negara asalnya bila memungkinkan. Selain oleh lembaga swasta atau pengajar lepas, kursus BIPA biasanya diselenggarakan juga oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di beberapa negara.
Membangun wibawa Indonesia sebagai bangsa dan negara yang memiliki martabat tinggi di mata dunia, sebaiknya sejalan dengan penguatan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia.
Untuk membaca artikel saya selengkapnya di TCID, silakan klik pada tautan ini.
0 komentar: