Selama Perang Dunia Pertama, kosakata bahasa Prancis memiliki perkembangan yang pesat, terutama ditandai dengan banyaknya penyerapan kata dan istilah yang berasal dari jargon para tentara perang.
Pada masa itu, Charles Baudelaire untuk pertama kalinya yang membuat ungkapan avoir le cafard dalam karya puisinya berjudul Destruction yang dimuat dalam kumpulan puisi Les fleurs du mal (1857). Untuk menggambarkan sebuah keadaan sedih yang luar biasa, ia mengibaratkan seekor serangga berwarna gelap yang hidup dalam kegelapan. Maka, ia terpikir untuk menggunakan kiasan tersebut dengan citra seekor kecoa (cafard : n.m.). Sejak saat itu, banyak tentara terutama yang berasal dari Afrika, yang menggunakan ungkapan avoir le cafard tersebut untuk menyatakan keadaan mereka yang memang terisolasi karena kekacauan perang yang terjadi, bak seekor kecoa.
Rujukan lain menyatakan bahwa kata cafard diadaptasi dari kata kafr (bahasa Arab). Kata tersebut mengandung banyak makna (polisemi): orang yang tidak beriman; pengadu; kecoa; kemurungan.
Ungkapan serupa yakni avoir le bourdon, yang diduga muncul tahun 1915.
Bourdon (n.m.) adalah seekor binatang sejenis serangga yang mirip lebah besar dengan nama Latin, Bombus. Kita mengenalnya dalam bahasa Inggris sebagai Bumblebee. Serangga ini berwarna gelap dan dapat mengeluarkan suara khasnya yang berat juga berdengung ketika terbang.
Maka, ungkapan avoir le cafard maupun avoir le bourdon sama-sama dapat diartikan sebagai idiom yang menyatakan keadaan seseorang ketika tengah dirundung kegelisahaan, sedih hati yang dalam, kegalauan, ...
Contoh kalimat: “Je ne peux pas me concentrer aujourd'hui; J'ai le cafard.”
0 komentar: